Saturday, January 29, 2011

Firmansyah Sulap Makanan #Ndeso# Jadi Produk Beromzet Miliaran

Makanan lokal kadang kala tak terlalu banyak dilirik oleh banyak orang sebagai potensi bisnis yang menggiurkan. Namun lain halnya dengan Firmansyah Budi, pendiri Tela Krezz ini, yang sudah sejak tahun 2006 memulai bisnis kemitraan makanan olahan singkong atau ketela (cassava) Tela Krezz (singkong goreng berbumbu).

Meski lulus dengan predikat cumlaude dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada 2006, Firmansyah Budi Prasetyo tak tertarik berkiprah sebagai birokrat atau menggeluti dunia hukum. Ia malah terjun berbisnis makanan ringan dengan merek Tela Krezz. Berkat ketekunan dan kerja keras bisnis makanan ringan berbahan baku singkong ini berkembang pesat.

Firmansyah memulai bisnis dengan modal Rp3 juta dan sebuah gerobak yang tidak terpakai pinjaman ibunya pada 2007. Dari situ ia mulai memiliki keyakinan bahwa bisnis makanan olehan dari singkong sangat berprospek. Ia mengolah singkong sedemikian rupa berbentuk balok-balok seukuran jari kelingking. "Beberapa kali saya melakukan uji coba sampai menemukan resep untuk membuat singkong lunak seperti kentang," katanya. Aneka jenis bumbu ia tambahkan sehingga rasanya bervariasi.

Seribu lebih outlet Tela Krezz yang dipasarkan dengan sistem waralaba tersebar dari Aceh hingga Papua dengan omset di atas Rp1 miliar perbulan. Rahasia suksesnya, menurut Firmansyah, terletak pada inovasi dan variasi produk yang dikembangkan. "Saya akan terus membuat variasi produk dan mengembangkan promosi," ujarnya. Atas prestasinya, Firmansyah terpilih menjadi salah satu finalis Wirausaha Muda Mandiri 2008.

Menurutnya, sangat malu sekali jika Indonesia masih terus mengimpor bahan baku pangan yang memang tak bisa berkembang baik di Indonesia seperti gandum. Saat ini kata dia, Indonesia termasuk negara penghasil singkong terbesar ketiga di dunia di bawah Brazil.

Keyakinannya akhirnya terjawab, sekarang ini ia sudah memiliki ratusan mitra Tela Krezz dengan omset yang menggiurkan. Firmansyah terinspirasi mengangkat pangan singkong menjadi makanan olahan karena saat ini pasar pangan dalam negeri sudah dibanjiri produk pangan impor seperti kedelai, tepung gandum, jagung, dan masih banyak lainnya.

"Ini berawal dari keprihatinan saya, sekarang ini bahan baku makanan semuanya gandum, yang impor. Kenapa tak pakai content lokal," kata Firmansyah, akhir pekan lalu.

Firmansyah yang lulusan Sarjana Hukum ini, awalnya tak langsung menceburkan diri ke ranah bisnis. Semenjak lulus kuliah 2004, ia masuk LSM bidang pembangunan komunitas (community development), dari situlah matanya terbelalak soal banyaknya kasus bermasalah TKI di luar negeri yang harusnya bisa dicegah jika ada lapangan kerja di dalam negeri.

"Sekarang saya sudah punya 60 karyawan langsung, belum yang outsourcing," kata Firmansyah yang kini merupakan salah satu dari finalis Wirausaha Mandiri itu.

Semangat inovasinya mengembangkan pangan singkong bukan hanya sebatas Tela Krezz, ia juga mengembangkan produk Tela Cake semacam brownies dari singkong, kue Bika Ambon, Bakpia, Keripik Singkong dan lain-lain.

"Saya mimpinya ke depan, orang bisa aware dengan produk lokal kita, kalau tidak maka kita akan tergusur," katanya.

Menurut pria kelahiran Semarang, 5 Desember 1981 ini, mengolah makanan seperti singkong yang sudah terlanjur dipandang sebagai makanan 'ndeso' memang perlu upaya keras. Konsep makanan Tela ia kembangkan dengan membuat makanan singkong lebih modern dan menarik.

"Kenapa saya tak mau disebut sebagai brownies, saya ingin dengan nama tela cake. Jadi kalau kita bisa olah dengan modern dan dinamis, kita bisa ubah mindset makanan wong ndeso ini jadi modern. Harus diubah mindsetnya, makanan itu kan karena kebiasaan," jelasnya.

Untuk urusan pemasaran, Firmansyah sengaja mengembangkan pemasaran Tela Cake dengan konsep makanan oleh-oleh asli Jogjakarta. Ini penting untuk memperkuat image Tela Cake sebagai makanan khas, meski ia pun berencana memasarkan produk tersebut ke pasar ritel umum namun dengan merek yang berbeda.

Ia mengaku saat ini mampu menjual 1000-1500 paket Tela Cake. Harga satu paket Tela Cake dibandrol hingga Rp 28.000, tentunya sudah terbayang berapa omset dari Firmansyah dari hanya menjual brownies ala singkong tersebut. Ini belum dihitung dari produk Tela Krezz-nya yang lebih dahulu ia kembangkan.

Masih seputar pangan lokal, upaya Firmansyah tak cukup disitu. Pada tahun 2009 ia juga mengembangkan produk olahan cocoa atau kakao menjadi makanan coklat yang lezat dan menarik. Kali ini, Firmansyah membentuk divisi khusus di Tela Corporation yang menjadi bendera resmi usahanya.

"Mulai 2009 saya juga membuat produk coklat roso (cokro), yang juga berkonsep makanan oleh-oleh Jogjakarta," jelasnya.

Keinginannya mengembangkan produk coklat, kurang lebih sama dengan kegusarannya terhadap produk tepung pangan impor. Menurutnya Indonesia, merupakan penghasil kakao yang diperhitungkan di dunia, namun minim memiliki produk olahan coklat.

Jika pun ada, produk coklat olahan di pasar Indonesia berasal dari impor dan bermerek asing. Ia berharap coklat buatannya bisa menjadi pilihan pasar dan bisa mematahkan dominasi produk coklat asing di pasar Indonesia.

"Visi saya bagaimana melakukan pemberdayaan pangan lokal," katanya.

Sehingga kata dia, dengan pemberdayaan pangan lokal serapan tenaga kerja lokal semakin tinggi misalnya jika singkong dikembangkan maka berapa banyak petani yang bisa hidup, berapa banyak kuli panggul yang bekerja, berapa banyak pekerja pemotong singkong yang terserap dan lain-lain. Meskipun dengan idealisme yang tinggi, Firmansyah tak gigit jari, usahanya yang dirintis sejak 2006 sudah membuahkan hasil yang fantastis.

"Kalau dihitung-hitung omset saya sampai ratusan juta per bulan. Setahun bisa sampai Rp 10 miliar lebih," katanya.

Bagaimana mau mencoba dengan pangan-pangan lokal lainnya?

Firmansyah Budi

Jl. Bugisan 36, Patangpuluhan, Wirobrajan, Yogyakarta 55251
Email: homygroup@yahoo.comAlamat e-mail ini diproteksi dari spabot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya

No comments:

Post a Comment